BAGIAN KEDUA
CINTA DAN SAYANG
Oleh: Nayrus El
Rayyan
“Ulama’ ma’ani
mengatakan,
Cinta adalah
kecenderungan terhadap sesuatu atau seseorang,
karena
lengketnya kecenderungan itu maka disebut shababah
yang apabila
melebihi yang seharusnya menjadi asyik dan
jika sampai ke
puncak disebut shaghar, atau ketika sudah
samapi
menghambakan diri disebut tatayyum.”
*Faisal Tehrani*
Cinta dan sayang adalah fitrah yang dimiliki oleh
setiap manusia, karenanya setiap orang dianugerahi naluri untuk menyayangi dan
disayangi. Mengekspresikan (menyalurkan) rasa cinta bukanlah suatu kesalahan,
selama masih mengikuti ketentuan yang
telah ditetapkan oleh agama (Islam), begitu juga dengan rasa sayang.
Pengertian Cinta dan Sayang
a.
Cinta
Cinta dapat diartikan sebagai suatu perasaan atau keinginan untuk
memiliki sesuatu yang dianggap atau dicitakan bisa menyenangkan, mendamaikan,
menenangkan, dan bahkan dapat membahagiakan. Cinta paling tinggi didefinisikan
sebagai cinta sejati kepada pencipta segala cinta, yaitu Allah swt. Cinta
sejati ini lahir dari hati seorang yang beriman, yang mencintai Allah dengan
sepenuh hati dan perasaan, bersikap lemah lembut, dan saling mengasihi sesama
manusia.
Cinta adalah kekuatan yang luar biasa, karena dapat membuat seseorang
melakukan sesuatu yang terfikirkan oleh akal. Ia juga sebagai pertalian kasih
sayang yang mencakup aspek spiritual, perasaan, fisik, intelektual, dan sosial
antara individu yang terlihat. Cinta juga berarti kemauan, kesenangan, daya
tarik, kerinduan, dan keresahan oleh keterikatan perasaan kepada seseorang atau
sesuatu (Kamsah, 2006: 9).
Sungguh cinta yang murni, suci, sunyi dari penipuan dan bersumber dari
mata air yang jernih merupakan cita-cita agung. Cita-cita setiap orang yang
bertaqwa, harapan setiap pencari kebenaran, dan tujuan setiap perindu ilahi.
Cinta suci ini membuka hati yang tertutup, memuaskan jiwa-jiwa yang dahaga,
menyatukan kelompok-kelompok yang berselisih, pikiran-pikiran yang
berseberangan, dan menunudukkan nafsu amarah, kemudian sang pecinta mendapatkan
salam sejahtera dari Dzat yang Maha Pengasih dan Penyayang. “Ya Allah, jangan
Engkau halangi kami dari kebaikan yang ada padaMu karena keburukan yang ada
pada kami” (Al-Hajjar, 2003: 67-68).
Mendefinisikan cinta tidak dapat difokuskan ke dalam satu pengertian yang
pasti, karena pada hakikatnya ia hanya dapat dimaknai oleh orang yang sedang
mengalaminya. Namun, cinta yang hakiki adalah sebagaimana diterangkan dalam al-Qur’an
dan al-Hadits, yakni cinta karena Allah dan hanya untuk Allah. Sebagaimana
diingatkan oleh Allah dalam al-Qur’an bahwa apa yang ada di sisinya lebih baik
daripada cinta-cinta yang bersifat keduniaan.
z`Îiƒã— Ĩ$¨Z=Ï9 =ãm ÏNºuqyg¤±9$# šÆÏB Ïä!$|¡ÏiY9$# tûüÏZt6ø9$#ur ÎŽÏÜ»oYs)ø9$#ur ÍotsÜZs)ßJø9$# šÆÏB É=yd©%!$# ÏpžÒÏÿø9$#ur È@ø‹y‚ø9$#ur ÏptB§q|¡ßJø9$# ÉO»yè÷RF{$#ur Ï^öysø9$#ur 3 šÏ9ºsŒ ßì»tFtB Ío4qu‹ysø9$# $u‹÷R‘‰9$# ( ª!$#ur ¼çny‰YÏã ÚÆó¡ãm É>$t«yJø9$# ÇÊÍÈ
“Dijadikan indah
pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, Yaitu:
wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda
pilihan, binatang-binatang ternak[186] dan sawah ladang. Itulah kesenangan
hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).” (QS.
Ali-Imran: 14)
Dalam riwayat Tirmidzi
dari Ibnu Abbas, Nabi Muhammad saw bersabda, “Cintailah Allah karena Dia yang
mencurahkan nikmat-nikmat-Nya kepadamu; dan cintailah Aku (nabi saw) karena
mencintai Allah, dan cintailah keluargaku karena mencintaiku.” (HR. Tirmidzi)
Berikut akan diuraikan
cinta menurut al-Qur’an dan Hadits sebagaimana yang dijelaskan oleh Kamsah
(2006: 15).
Pengertian cinta menurut al-Qur’an;
Y
Hasrat
untuk berpasangan dalam menikmati keindahan dan kelezatan hidup,
Y
Kesenangan
dan keinginan terhadap hal-hal yang disenangi,
Y
Berbagi,
kemuliaan hati, kasih sayang, hormat, dan ketaatan kepadda yang dicintai,
Y
Cinta
yang sejati lahir dari orang beriman yang mencintai Allah sepenuh hati dan perasaan,
bersikap lembut, dan aling mengasihi sesama umat Islam.
Pengertian
cinta menurut Hadits;
Y
Saling
menebarkan salam dan mengucapkan hormat,
Y
Memelihara
silaturahim – saling berhubungan dan mengunjungi,
Y
Cinta
kepada Allah dan Rasul-Nya dan cinta sesama manusia semata-mata karena Allah
akan melahirkan kenikmatan spiritual atau kelezatan dalam keimanan.
Pembagian
Cinta
Cinta dapat dibagi
menjadi empat bagian, yaitu; cinta kepada Allah, cinta kepada Rasulullah, cinta
kepada orangtua, dan cinta kepada sesama. Cinta kepada Allah yakni melaksanakan
perintah dan meninggalkan larangan-Nya. Cinta kepada rasulullah yakni dengan
menneladani kepribadiannya dan diterapkan dalam kehidupan. Cinta kepada
orangtua yakni dengan berbakti kepadda mereka, dan cinta kepada sesama yakni
dengan memelihara hubungan (silaturahim).
Cinta
Kepada Allah
Cinta kepada Allah adalah
suatu kewajiban yang mutlak bagi setiap makhluk (manusia), khusunya bagi seorang
Muslim. Cinta kepada Allah merupakan wujud dari pengimanan seorang hamba kepada
penciptanya. Oleh karena itu, bila manusia tidak mencintai Allah, padahal ia
seorang Muslim, maka ia tidak akan pernah merasakan manisnya iman. Sebagaimana
Nabi saw bersabda, “Ada tiga hal ketika orang yang memilikinya akan meraakan
manisnya iman, yaitu; mencintai Allah dan rasul-nya melebihi segala-galanya,
mencintai seorang hanya karena Allah, dan enggan kembali kafir setelah
diselamatkan oleh Allah daripadanya, sebagaimana enggannya kalau dilemparkan ke
dalam api.” (HR. Bukhari Muslim)
Berdasarkan hadits ini,
sudah jelas bahwa hanya orang-orang yang mencintai Allah dan rasul-Nya yang
akan merasakan manisnya iman. Bila seorang telah merasakan manisnya iman,
tentunya hidupnya akan tenang dan bahagia, dantentunya mendapat jaminan surga
dari Allah swt.
Menurut Ibnu Athaillah,
cinta hamba kepada Allah adalah suatu sikap mental, sikap yang mendorong
manusia untuk mengagungkan Allah.sikap yang selalu mengharapkan keridhaan-Nya.
Selalu ingin bertemu dengan Tuhannya. Tidak merasa tenang dengan kemewahan
duniawi, hanya Allah yang selalu muncul dalam getar kalbunya. Berzikir,
bertasbih, dan bertahmid kepada Allah. Orang yang mencintai Allah selalu
menyebut nama-Nya, selalu berttaubat kepada-Nya, berserah diri, dan menerima
ketentuan-Nya, serta bersedia meninggalkan nafsu syahwatnya. Bahkan bersedia
mengorbankan segala-galanya demi kepentingan Allah (Kamsah, 2006: 209).
Tidak ada apapun yang
boleh kita cintai selain Allah, dan mencintai hanya karena Allah. Dialah yang
harus dan wajib untuk disembah. Sebagaimana firman-Nya,
$tBur àMø)n=yz £`Ågø:$# }§RM}$#ur žwÎ) Èbr߉ç7÷èu‹Ï9 ÇÎÏÈ
“ Dan aku
tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.”
(QS. Adz-Dzariyat: 56)
Tanda-tanda
Cinta Allah kepada hamba-Nya
Allah swt berfirman,
ö@è% bÎ) óOçFZä. tbq™7Åsè? ©!$# ‘ÏRqãèÎ7¨?$$sù ãNä3ö7Î6ósムª!$# öÏÿøótƒur ö/ä3s9 ö/ä3t/qçRèŒ 3 ª!$#ur Ö‘qàÿxî ÒO‹Ïm§‘ ÇÌÊÈ
“Katakanlah:
"Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah Aku, niscaya Allah
mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu." Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang.” (QS. Ali Imran: 31)
Dan firman-Nya,
$pkš‰r'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä `tB £‰s?ötƒ öNä3YÏB `tã ¾ÏmÏZƒÏŠ t$öq|¡sù ’ÎAù'tƒ ª!$# 5Qöqs)Î/ öNåk™:Ïtä† ÿ¼çmtRq™6Ïtä†ur A'©!ÏŒr& ’n?tã tûüÏZÏB÷sßJø9$# >o¨“Ïãr& ’n?tã tûïÍÏÿ»s3ø9$# šcr߉Îg»pgä† ’Îû È@‹Î6y™ «!$# Ÿwur tbqèù$sƒs† sptBöqs9 5OͬIw 4 y7Ï9ºsŒ ã@ôÒsù «!$# ÏmŠÏ?÷sム`tB âä!$t±o„ 4 ª!$#ur ììÅ™ºur íOŠÎ=tæ ÇÎÍÈ
“Hai
orang-orang yang beriman, Barangsiapa di antara kamu yang murtad dari agamanya,
Maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan
merekapun mencintaiNya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mukmin,
yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad dijalan Allah,
dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia
Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha Luas
(pemberian-Nya), lagi Maha mengetahui.” (QS. Al-Maidah: 54)
Dari uraian ayat di
atas, dapat dipahami bahwa tanda-tanda cintanya Allah kepadda hamba-Nya adalah
akan diampuninya dosa-dosanya dan iapun (hamba) akan dicintai oleh Allah swt. Bila
Allah telah cinta, maka seluruh makhluk ciptaan-Nya – pun akan mencintainya. Sebagaimana
dalam sebuah hadits dijelaskan, “Apabila Allah mencintai seseorang, maka Allah
memanggil Jibril seraya berfirman, “Allah swt mencintai Fulan, maka cintailah
ia.” Kemudian Jibril mencintai orang itu dan berkata kepada penghuni langit,
“Sesungguhnya Allah mencintai Fulan, maka cintailah ia.” Kemudian penghuni
langit mencintai orang itu. Setelah itu, cinta tersebut diteruskan kepada
penghuni bumi.” (HR. Bukhari Muslim)
Dalam riwayat lain, Muslim
menambahkan, “Dan apabila Allah membenci seseorang, maka Allah memanggil Jibril
dan berfirman; “Sesunguhnya Aku (Allah) membenci Fulan, maka bencilah ia.”
Kemudian Jibril membenci orang itu. Setelah itu Jibril berkata kepada penghuni
langit; “Sesungguhnya Allah membenci Fulan, maka bencilah ia.” Kemudian kebencian
tersebut diteruskan kepada penghuni bumi.”
Demikianlah tanda-tanda
cintanya Allah kepada hamba-hamba-Nya. Ia akan dicintai oleh para Malaikat,
penghuni langit, dan akan dicintai oleh penghuni bumi (manusia dan makhluk
lainnya).
Cinta
kepada Rasulullah
Cinta kepada Rasulullah
merupakan prasyarat atas kesempurnaan iman, sebagaimana yang diriwayatkan dalam
sebuah hadits riwayat Bukhari dan Muslim dari Anas ra, “Seseorang di antara kamu tidak masuk dalam perkiraan (kategori)
beriman sehingga (ia) menempatkan Allah dan Rasul-Nya.” (HR. Bukhari
Muslim).
Abu Hurairah
meriwayatkan, bahwa Rasulullah saw bersabda;
اِنَّمَا بُعِثْتُ
لِاُتَمِّمَا مَكَارِمَ اْلاَخْلَاقِ
“Sesungguhnya aku diutuskan untuk
menyempurnakan akhlak.”
(HR. Ahmad)
Meneladani pribadi
rasulullah aalah sebuah keharusan bagi setiap manusia (sebagai pengikutnya).
Oleh karena itu, selayaknya untuk senantiasa bershalawat kepada beliau, sebagai
tanda kecintaan kepada beliau. Menjalankan sunnahnya tanpa harus mencari
asal-usulnya, karena setiap apapun yang dilakukan atau diperbuat oleh
rasulullah semuanya adalah benar dan pasti ada hikmahnya.
Allah swt berfirman,
ô‰s)©9 tb%x. öNä3s9 ’Îû ÉAqß™u‘ «!$# îouqó™é& ×puZ|¡ym `yJÏj9 tb%x. (#qã_ötƒ ©!$# tPöqu‹ø9$#ur tÅzFy$# tx.sŒur ©!$# #ZŽÏVx. ÇËÊÈ
“Sesungguhnya
telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi
orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak
menyebut Allah.” (QS. Al-Ahzab: 21)
Dan firman-Nya,
y7¯RÎ)ur 4’n?yès9 @,è=äz 5OŠÏàtã ÇÍÈ
“Dan
Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung.” (QS. Al-Qalam: 4)
Rasul
adalah Teladan yang Sempurna
Tidak ada teladan yang
paling baik di dunia ini yang patut untuk diikuti, kecuali keteladanan Nabi
Muhammad saw. Setiap apapun yang dilakukan dan yang diperbuat oleh Nabi saw
adalah baik, dan itu adalah sunnah yang harus diikuti dan dilakukan.
Rasulullah saw adalah
manusia terbaik, dia tidak melakukan apapun melainkan yang baik dan benar. Ia
sangat penyayang, pemaaf, sopan santun, murah senyuman, dan lain sebagainya. Seperti
yang dikatakan oleh Abdullah bin Harits bin Jaz’in, “Aku tidak pernah melihat
orang yang lebih banyak senyumnya dibanding Rasulullah saw.” (HR. Turmudzi).
Berikut sebuah kisah
yang dicerikan oleh seorang pembantu nabi tentang kesantunan beliau terhadap
pembantunya (al-Qasim, 2009: 110). Anas bin Malik berkata;
خَـدَ مْـتُ رَسُوْلُ اللهِ صَـلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّــمَ عَـشْـرَ سِنِيْـــنَ فَـمَا
قَــالَ لِى: أُفٍّٔ، قَـطُّ ، وَمَا
قَــالَ لِشَيْءِ صَنَعْتُهُ : لِـمَ صَنَعْتَهُ ؟ وَلَا لِـشَيْءٍ تَرَكْـتُهُ : لِـمَ
تَرَكْـتَهُ ؟
“Aku
menjadi pembantu Rasulullah selama sepuluh tahun. Selama itu beliau tidak
pernah berkata ‘ah’ kepadaku. Tidak pernah mengomentariku karena suatu
pekerjaan dengan mengatakan, ‘Kenapa engkau mengerjakan hal itu?’ Dan juga
belum pernah mengomentari sesuatu yang tidak aku selesaikan dengan mengatakan,
‘Kenapa kamu tidak mengerjakannya?’.”
(HR. Muslim)
Inilah akhlak mulia
serta suri teladan dari Rasulullah saw yang harus diikuti dan dijaddikan
pelajaran. Agar menjadi manusia yang terbaik dan mendapat pahala dari Allah
swt, serta dimasukkan ke dalam surga-Nya. Amin Ya Rabbal ‘Alamin.
Cinta
kepada Orangtua
Cinta kepada orangtua
adalah kewajiban bagi seorang anak. Berbakti dan berbuat baik kepada mereka
adalah salah satu bukti cinta seorang anak kepada keduanya. Anjuran untuk
berbuat baik dan berbakti kepada kedua orangtua telah dituliskan dalam
al-Qur’an, sebagaimana firman-Nya,
* 4Ó|Ós%ur y7•/u‘ žwr& (#ÿr߉ç7÷ès? HwÎ) çn$ƒÎ) Èûøït$Î!ºuqø9$$Î/ur $·Z»|¡ômÎ) 4 $¨BÎ) £`tóè=ö7tƒ x8y‰YÏã uŽy9Å6ø9$# !$yJèd߉tnr& ÷rr& $yJèdŸxÏ. Ÿxsù @à)s? !$yJçl°; 7e$é& Ÿwur $yJèdöpk÷]s? @è%ur $yJßg©9 Zwöqs% $VJƒÌŸ2 ÇËÌÈ ôÙÏÿ÷z$#ur $yJßgs9 yy$uZy_ ÉeA—%!$# z`ÏB ÏpyJôm§9$# @è%ur Éb>§‘ $yJßg÷Hxqö‘$# $yJx. ’ÎT$u‹/u‘ #ZŽÉó|¹ ÇËÍÈ
“Dan Tuhanmu
telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu
berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. jika salah seorang di
antara keduanya atau Kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu,
Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya Perkataan
"ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka
Perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan
penuh kesayangan dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka
keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil". (QS.
Al-Isra’: 23-24)
Berbakti dan berbuat
baik kepada kedua orangtua adalah amal yang paling disukai oleh Allah swt, dan
ini adalah perintah yang diberikan-Nya kepada setiap anak. Sebagaimana yang
diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, dari Abu Abdurrahman Abdullah bin Mas’ud
berkata, “Saya bertanya kepada Nabi saw; ‘Apakah amal yang paling disukai oleh
Allah swt?’ Beliau menjawab, ‘Shalat pada waktunya.’ Saya bertanya, ‘Kemudian
apa?’ Beliau menjawab, ‘Berbuat baik kepada kedua orangtua.’ Saya bertanya,
‘Kemudian apa?’ Beliau menjawab, ‘Berjuang padda jalan Allah’.” (HR. Bukhari
Muslim).
Cinta
kepada Sesama
Memelihara silaturahim
merupakan salah satu bentuk dari cinta kepada sesama, merendah diri juga
termasuk bagian darinya. Saling tolong-menolong, berbuat baik, menjaga dan
memelihara keamanan dan kedamaian di antara sesama juga sebagai bukti cinta
kepada sesama, terlebih bila sesama Muslim.
Allah swt berfirman,
$yJ¯RÎ) tbqãZÏB÷sßJø9$# ×ouq÷zÎ) (#qßsÎ=ô¹r'sù tû÷üt/ ö/ä3÷ƒuqyzr& 4 (#qà)¨?$#ur ©!$# ÷/ä3ª=yès9 tbqçHxqöè? ÇÊÉÈ
“Orang-orang
beriman itu Sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah (perbaikilah
hubungan) antara kedua saudaramu itu dan
takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat.” (QS. Al-Hujurat: 10)
Dan firman-Nya,
Èßxù=Á9$#ur ׎öyz 3 ÏNuŽÅØômé&ur Ú[àÿRF{$# £x’±9$#
“... dan
perdamaian itu lebih baik (bagi mereka)
walaupun manusia itu menurut tabiatnya
kikir.” (QS. An-Nisa’: 128)
Kemudian dalam ayat
lain Allah swt juga berfirman,
(#qçRur$yès?ur ’n?tã ÎhŽÉ9ø9$# 3“uqø)G9$#ur ( Ÿwur (#qçRur$yès? ’n?tã ÉOøOM}$# Èbºurô‰ãèø9$#ur 4 (#qà)¨?$#ur ©!$# ( ¨bÎ) ©!$# ߉ƒÏ‰x© É>$s)Ïèø9$# ÇËÈ
“Dan
tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan
tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah Amat berat
siksa-Nya.” (QS. Al-Maidah: 2)
Dalam sebuah hadits disebutkan, “Tidak
sempurna iman seseorang di antara kalian sehingga ia mencintai saudaranya
sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.” (HR. Bukhari Muslim).
Demikianlah perintah dan ajaran dari Allah swt dan Rasulullah saw agar
cinta kepada sesama (ukhuwah Islamiyyah).
Karena sebagai makhluk sosial, setiap manusia pasti membutuhkan orang lain,
baik dalam keluarga, masyarakat, tetangga, saudara, teman, dan lain sebagainya.
b.
Sayang
Sayang (kasing sayang) adalah perasaan ingin dibelai, dimanja, dijaga,
dan dipelihara dengan sebaik-baiknya. Sudah tidak diperdebatkan lagi bahwa
setiap orang memerlukan dan membutuhkan kasih sayang, sejak lahir hingga menghembuskan
nafas yang terakhir. Kasih sayang adalah perasaan suci murni yang menuntut
perhatian dan penghargaan dari orang-orang di sekelilingnya. Jiwa dan raga menjadi
subur dan kuat apabila kehidupan diceritakan dengan kasih sayang, kehidupan
menjadi pincang dan selalu ada kesalahan (Kamsah, 2006). Kekeringan kasih
sayang menyebabkan hilangnya rasa cinta. Bila rasa cinta telah hilang maka
tiada lagi yang bernilai agama (religius). Tatkala tak ada lagi nilai-nilai
agama dalam diri, maka keluarlah ia dari Islam.
Kasih sayang, atau dalam bahasa al-Qur’an ‘rahmat’ ada dua macam. Ada
yang berhubungan dengan hak Allah dan ada yang berhubungan dengan makhluk.
Curahan rasa cinta kasih, betapapun kecil yang kita berikan kepada seseorang
(terlebih kepada Allah), dapat menjamin kemudahan jalan kita menuju surga-Nya.
1.
Kasih
Sayang Allah
Kasih sayang yang berhubungan dengan Allah, yaitu kasih sayang yang
merupakan sifat dari zat Allah yang tidak terbilang jumlahnya, sebagaimana
firman-Nya,
ÓÉLyJômu‘ur ôMyèÅ™ur ¨@ä. &äóÓx« ÇÊÎÏÈ ...
“Dan rahmat-Ku
(kasih sayang) meliputi segala sesuatu..."(QS. Al-A’raaf: 156)
Dan juga kasih sayang yang merupakan sifat dari pekerjaan Allah (fi’il-Nya). Rasulullah saw bersabda,
“Sesungguhnya Allah menjaddikan rahmat
(kasih sayang) sebanyak seratus rahmat pada hari Dia menjadikan rahmat itu.”
(HR. Bukhari)
Ini berarti kasih sayang Allah adalah kasih sayang yang mencakup segala
sesuatu itu, termasuk bagian sifat Allah yang selalu ada dan tidak bisa dibagi,
dipilah, atau dikelompokkan. Berbeda dengan rahmat (kasih sayang) Allah yang
Dia ciptakan untuk hamba-Nya dan meletakkan kasih sayang (pen) itu dalam hati mereka (ash-Shagharji, 2004: 51-52).
Sebagaimana Nabi saw bersabda, “Sesungguhnya
Allah menjaddikan seratus rahmat ketika Dia menciptakan langit dan bumi. Setiap
rahmat bersusun antara langit dan bumi.”
2.
Kasih
Sayang Makhluk
Kasih sayang yang berkaitan dengan kecenderungan hati yang diiringi
dengan rasa cinta dan sayang kepada semua yang dikasihi, dan dibuktikan dengan
tindakan nyata, seperti memberi makan kepada yang lapar, memberi pakaian mereka
yang telanjang, menyelamatkan mereka yang ada dalam bahaya, membela orang yang
teraniaya, dan menunjukkan orang yang bingung menjawab (mengajari) orang yang
bertanya tentang agama.
Seperti apa yang dikatakan oleh Jalaludin Ar-Rumi dalam Al-Hallaj (2003),
“Jika tidak ada cinta, peradaban dunia akan membeku. Cinta bagaikan lautan;
seluas dan sedalah daya jelajah hati nurani manusia itu sendiri. Cinta dan
sayanglah yang seharusnya menjadi dasar utama bagi hubungan antara manusia,
kebudayaan, bangsa, dan sistem hidup yang berbeda.”
Seorang sufi besar yang telah terbukti cintanya kepada yang Maha
menciptakan cinta, mengecam orang yang mengaku cinta tetapi tidak membuktikan
cintanya dengan sejati dan benar. Dialah Rabiatul Adawiyah, dalam syairnya
menyebutkan;
“Engkau durhaka kepada Tuhan,
sedangkan engkau mengaku cinta kepada-Nya.
Ini adalah yang mustahil dan merupakan cinta palsu.
Sekiranya cinta kamu benar,
pasti kamu taat kepada-Nya.
Engkau yang menjalin hubungan cinta akan tunduk pada yang dicintainya.”
(Kamsah, 2006:
234)
Jarir bin Abdillah al_Bajali meriwayatkan, bahwa Rasulullah saw bersabda;
“Barangsiapa yang tidak mengasihi manusia,
maka Allah Azza Wajalla juga tidak akan mengasihinya.” (HR. Muslim)
Dan dari Abu Hurairah, beliau bercerita bahwa Rasulullah saw bersabda;
لَا تَـــنْزَعُ
الـرّحْمَةُ إِلَّا مِنْ شَقِيٍّ
“Rahmat (kasih sayang) tidak akan dicabut
kecuali dari orang yang celaka.” (HR. Abu Dawud)
Banyak yang berubah di dunia ini karena ada kasih sayang. Banyak pula
yang berganti lantaran tak ada kasih sayang. Ia memang pilar penting dalam
kehidupan ini. Berikut diuraikan betapa pentingnya kasih sayang dalam
kehidupan.
Menyayangi adalah sari pati ajaran Tauhid
Bagi seorang Muslim, soal kasih sayang bukanlah suatu hal sederhanan.
Sebab, secara substansi kasih sayang merupakan sari pati ajaran tauhid.
Rasulullah saw bersabda,
عَـنْ اَنَسٍ رَضِيَ
اللهُ عَنْهُ عَنِ اْلنَّبِيٍّ صَــلَّى اللهُ عَـلَـــيْهِ وَسَــــلَّم
قَالَــــ : لَا يُــؤْمِنُ اَحَـدُ كُــمْ حَــتَّى يُحِـبُّ لِاَخِـيْهِ مَا
يُحِـبُّ لِـنَفْـسِهِ
“Dari Anas ra, dari Nabi saw, beliau
bersabda; ‘Salah seorang di antara kamu sekalian tidaklah sempurna imannya
sebelum ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.”
(HR. Bukhari Muslim)
Menyayangi merupakan langkah dasar untuk menyelamatkan diri dan
keluarga dari api neraka
Bila kita sayang terhadap diri dan keluarga, tentu kita ingin
bersama-sama masuk ke surga. Tidak ada seorangpun di dunia ini menginginkan
sesuatu yang jelek terhadap diri dan keluarganya, apalagi untuk terjerumuskan
ke dalam kenistaan dan kehinaan di mata Allah swt, yang pada akhirnya mendapat
ganjaran dengan neraka. Oleh karena itu, Allah memerintahkan kepada kita agar
senantiasa menjaga diri dan keluarga agar terhindar dari api neraka,
sebagaimana firman-Nya;
$pkš‰r'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#þqè% ö/ä3|¡àÿRr& ö/ä3‹Î=÷dr&ur #Y‘$tR $ydߊqè%ur â¨$¨Z9$# äou‘$yfÏtø:$#ur ... ÇÏÈ
“Hai
orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka
yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu...” (QS. At-Tahrim: 6)
Kemudian Allah juga menjanjikan kepada mereka berkumpul bersama nantinya,
sebagaimana dijelaskan dalam al-Qur’an, “Dan
orang-orang yang beriman, dan anak cucu mereka yang mengikuti mereka dalam
keimanan, Kami hubungkan anak cucu mereka, dan Kami tiada mengurangi sedikitpun
daripada amal mereka.” (QS. Ath-Thur: 21).
Kuncinya hanya dengan iman, yakni hanya berserah diri pada Allah swt
semata. Menjalankan ajaran Islam secara sempurna, mengerjakan semua perintah
dan meninggalkan segala larangan-Nya.
Menyayangi akan mengantarkan kepada
persatuan
Dalam Islam, kasih sayang dalam pengertian kolektif memiliki wadah besar
bernama ukhuwah atau persaudaraan.
Sudah menjadi kewajiban bagi seorang Muslim untuk menjalin dan memupuk
persaudaraan (ukhuwah islamiyah).
Memupuknya adalah dengan sikap lemah lembut dan sopan santun. Sebagaimana Allah
swt berfirman, “Maka disebabkan rahmat
Allah, kamu (Muhammad) berlaku lemah lembut kepada mereka. Sekira kamu bersikap
keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri darri sekelilingmu,
karena itu maafkanlah mereka.” (QS. Ali Imran: 159).
Menyayangi akan menjadi penyambung utama
kehidupan
Keberlangsungan hidup manusia tidak akan pernah lepas dari kasih sayang.
Sebab, dunia ini ada karena ada kasih sayang, dan ia tetap ada selama masih ada
kasih sayang. Ketika kasih sayang hilang, cepat atau lambat kehidupan akan
berhujung kepada kepunahan. Ketika kasih sayang tercabut dari kehidupan
bersama, maka bencana kehilangan yang begitu mengerikan akan segera datang.
Maka berikanlah kasih sayang kepada sesama, tidak harus memandang siapa
orangnya, yang terpenting berkasih sayanglah kita kepada sesama umat Islam. Dengan
demikian, sedikit banyak akan memberikan andil bagi keberlangsungan hidup dan
kehidupan ini (Tarbawi, 2003: 9-11).
3.
Virus
Kasih Sayang
Virus ini, sedapat mungkin dengan usaha yang sungguh-sungguh harus kita
hindari dan harus dibuang sejauh
mungkin. Jangan sampai ada sedikitpun ia melekat dalam diri kita, karena ia kan
menjadikan hilangnya kasih sayang. Virus tersebut sebagi berikut;
|
Penyakit hati, yaitu; dengki, sombong, iri, amarah, dan penyakit
hati lainnya akan meredupkan kasih sayang. Rasulullah saw bersabda, “Kedengkian akan memakan kebaikan,
sebagaimana api memakan kayu bakar.” (HR. Ibnu Majjah).
|
Latar belakang kejiwaan, yaitu kehilangan kasih
sayang yang disebabkan seseorang memiliki latar belakang kejiwaan (kebiasaan)
yang keras dan kasar.
|
Godaan syetan, yang tak pernah lelah untuk
menggoda manusia, berbagai cara dilakukan agar terjadi perseteruan di antara
sesama manusia, hingga pada akhirnya bagi yang lemah akan terjerumus ke dalam
kesesatan.
|
Hawa nafsu, inilah virus yang paling sulit untuk
dideteksi, bentuk dan rupanya tidak bisa dilihat, juga tidak dapat digambarkan
dengan pasti. Ia bisa dalam bentuk berlebihan pada saat memberikan kasih sayang
tersebut. Awalnya baik, tetapi hawa nafsu menjadikannya menyimpang dari niat
awalnya. Bahkan bisa menyeretnya ke jalan yang salah dan menjadikannya kasih
sayang yang haram (yang dilandasi atas dasar hawa nafsu, bukan karena Allah).
(Tarbawi, 2003: 11).
Wanita Ingin Dicintai dan Disayangi
Sudah menjadi fitrah manusia, bahwa manusia ingin
mencintai dan dicintai. Cinta diterima sebagai kebutuhan hidup dan juga sebagai
jalan untuk mengenal dan mengagungkan Allah swt. Sebagaimana tertulis dalam
al-Qur’an, firman-Nya,
`ÏBur Èe@à2 >äóÓx« $oYø)n=yz Èû÷üy`÷ry— ÷/ä3ª=yès9 tbrã©.x‹s? ÇÍÒÈ
“Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu
mengingat kebesaran Allah.” (QS. Adz-Dzariyat: 49)
Demikian juga halnya dengan wanita, selalu ingin
dicintai, dikasihi, dan disayangi oleh siapapun, baik sebagai seorang ibu,
anak, ataupun ia sebagai seorang istri.
1.
Sebagai
Seorang Ibu
Selain melahirkan, tugas seorang ibu sangatlah berat, ia harus merawat
dan mendidik anak yang telah dilahirkannya agar menjadi anak yang shalih dan
shalehah, juga pandai berbakti. tidak hanya itu, ia juga merawat keluarga,
suami, dan harta suaminya. Semua itu dilakukan tanpa meminta dan mengharapkan
imbalan, atau balasan atas apa yang telah dilakukannya.
Di samping tugasnya yang begitu berat, walau ia tak mengharap balas dan
imbalan dari tugas tersebut, sebagai seorang wanita ia tetap membutuhkan cinta
dan kasih sayang, terutama dari suami dan anak-anaknya. Tak ada seorangpun yang
tidak menginginkan kasih sayang, demikianlah ibu, ia selalu ingin dicintai dan
disayangi, love forever.
Seorang suami, kasih sayang yang harus diberikannya adalah
membahagiakannya di dunia dan di akhirat sebagai yang utama. Ia juga harus
menjamin keselamatan, menjadi tempat perlindungan, dan memenuhi nafkahnya lahir
dan bathin.
Dia juga harus tahu bagaimana memperlakukannya dan menunaikan hak-haknya
semampunya dengan penuh kasih sayang. Tidak pernah lupa untuk senantiasa
berterima kasih kepadanya atas bantuan, pendidikannya terhadap anak-anak, dan
atas pekerjaan rumah. Dengan terima kasih (pujian) yang sering diucapkan
kepadanya akan memberikan semangat baru, sehingga membuatnya tidak menjadi
malas dan jemu.
Selalu peka dan penuh cinta kasih terhadap istrinya. Kata-kata cinta dan
kasih sayang sering keluar dari lisannya, sehingga dapat menyenangkan dan
mendamaikan hati istrinya. Sebagai seorang suami, ia tidak hanya pandai
menghibur, ataupun cukup hanya dengan memenuhi kebutuhan lahir bathinnya,
tetapi semua hal harus dimilikinya (berusaha menjadi manusia yang multi fungsi
atau super power bagi istrinya, insya Allah).
Sedang sebagai anak, ia harus berbakti kepadanya (ibu) dengan cara
berbuat baik dan menyenangkan hatinya. Selain itu, sebagaimana harapan semua
orangtua terhadap anaknya adalah agar mereka menjadi anak yang shalih dan shalihah.
Mengingat jasa orangtua, teruatama ibu yang telah berjuang mengandungnya
selama sembilan sepuluh hari dengan mempertaruhkan nyawa saat melahirkannya.
Tak pernah ia mengharapkan balasan dari anaknya; dengan ikhlas, merupakan
sebuah kebahagiaan yang telah lama dinantikan. Setelahnya, ia dirawat, dididik,
dinafkahi, dan dibesarkan dengan penuh kasih sayang.
Karena jasanya yang besar itulah, Allah swt sangat besar pula perhatian
terhadapnya (termasuk ayahnya; orangtua), sehingga Dia (Allah) mengaitkan
berbakti dan berbuat baik kepadanya dengan ibadah dan tauhid kepada-Nya.
Allah swt berfirman,
$uZøŠ¢¹urur z`»|¡SM}$# Ïm÷ƒy‰Ï9ºuqÎ/ çm÷Fn=uHxq ¼çm•Bé& $·Z÷dur 4’n?tã 9`÷dur ¼çmè=»|ÁÏùur ’Îû Èû÷ütB%tæ Èbr& öà6ô©$# ’Í< y7÷ƒy‰Ï9ºuqÎ9ur ¥’n<Î) çŽÅÁyJø9$# ÇÊÍÈ
“Dan Kami
perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu- bapanya; ibunya
telah mengandungnya dalam Keadaan lemah yang bertambah- tambah, dan menyapihnya
dalam dua tahun. Bersyukurlah kepadaku
dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.” (QS. Luqman:
14)
Dan firman-Nya,
* (#r߉ç6ôã$#ur ©!$# Ÿwur (#qä.ÎŽô³è@ ¾ÏmÎ/ $\«ø‹x© ( Èûøït$Î!ºuqø9$$Î/ur $YZ»|¡ômÎ) “É‹Î/ur 4’n1öà)ø9$# 4’yJ»tGuŠø9$#ur ÈûüÅ3»|¡yJø9$#ur Í‘$pgø:$#ur “ÏŒ 4’n1öà)ø9$# Í‘$pgø:$#ur É=ãYàfø9$# É=Ïm$¢Á9$#ur É=/Zyfø9$$Î/ Èûøó$#ur È@‹Î6¡¡9$# $tBur ôMs3n=tB öNä3ãZ»yJ÷ƒr& 3 ¨bÎ) ©!$# Ÿw =Ïtä† `tB tb%Ÿ2 Zw$tFøƒèC #·‘qã‚sù ÇÌÏÈ
“Dan sembahlah
Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. dan berbuat
baiklah kepada dua orang ibu-bapa, karib-kerabat, anak-anak yatim,
orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, dan teman sejawat, Ibnu sabil, dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri.” (QS. An-Nisa’:
36)
Diriwayatkan oleh Ibnu Umar, bahwa Rasulullah saw bersabda, “Beraktilah kepada orangtuamu, niscaya
anak-anakmu akan berbakti kepadamu, dan peliharalah kebersihan dirimu, agar
istrimu memelihara kebersihannya.” (HR. Thabrani).
Kemudian diriwayatkan dalam hadits lain, bahwa pada suatu hari ada
seorang laki-laki datang menemui Nabi saw, lalu bertanya kepada beliau,
“Siapakah orang yang paling berhak saya pergauli (berbakti) dengan baik?”
“Ibumu”, jawab Nabi saw. “Kemudian siapa lagi?” “Ibumu”, jawab Nabi saw. “Kemudian
siapa lagi?” “Ibumu”, jawab Nabi saw. “Kemudian siapa lagi?” “Ayahhmu”, jawab
Nabi saw.” (HR. Bukhari Muslim).
Demikianlah perintah Allah dan Rasulullah kepada seorang anak agar
berbakti kepada ibunya, baru kemudian kepada ayahny. Sungguh mulia, hingga Nabi
saw memerintahkan agar lebih mengutamakan berbakti kepada ibu, bukan kepada
ayah. Begitulah tugas seorang anak kepada kedua orantunya, agar berbakti dan
berbuat baik kepadanya.
2.
Sebagai
Seorang Anak
Selain sebagai ibu, wanita sebagai anak juga ingin dicintai dan
disayangi. Ia sangat membutuhkan kasih sayang dari kedua orangtuanya, terutama
dari ibunya. Anak adalah permata keluarga, permata yang paling berharga di
dunia. Karena nantinya, jika orangtuanya telah tiada, ia adalah sebagai jariyah
bagi keduanya. Anak menjadi jariyah bagi mereka tatkala anak adalah anak yang
shalih dan shalihah. Sedang, menjadikan anak untuk jadi anak yang sahlih dan
shalihah adalah tanggungjawab kedua orangtua. Karena pada hakikatnya anak
dilahirkan dalam keadaan fitrah (suci), sebagaimana Nabi saw bersabda;
“Dari Abu Hurairah ra berkata, bahwasannya
Rasulullah saw bersabda; “Tidaklah seorang yang dilahirkan kecuali dalam
keadaan fitrah (suci dari kesalahan dan dosa), maka oarangtuanyalah yang
menjadikannya Yahudi, nasrani, dan Majusi.” (HR. Muslim).
Ummu Fudhail bercerita, suatu ketika dia datang ke rumah Rasulullah saaw
dengan membawa seporang anak. Nabi menyambutnya dengan gembira seraya
mengembangkan tangannya dan mengangkat anak tersebut ke atas pangkuannya.
Tiba-tiba anak itu kencing. Ummu Fudhail langsung merenggut anak itu dengan
kasar. Seketika itu Nabi saw langsung menegur wanita tersebut seraya
mengingatkannya, “Saudariku, pakaian yang
basah ini bisa dibersihkan dengan air. Tapi apa yang bisa menghilangkan
kekeruhan dalam jiwa sang anak akibat renggutanmu yang kasar itu?” (Gunadi
(pen.), dkk., 2002: 89).
Kisah ini menggambarkan betapa pentingnya berhati-hari dalam memelihara
jiwa anak. Jangan sampai mengesankan kekasaran dan kekerasan yang dapat
dibawanya sampai dewasa. Berapapun usianya, seorang anak adalah manusia yang
memiliki jiwa, perasaan, dan kepribadian lainnya.
Orangtua yang memperlakukan anak-anak wanitanya dengan baik, bersabar
dalam mengasuh mereka, mendidik dengan cara yang baik, serta selalu
memperhatikan hak Allah pada diri mereka hingga mencapai usia dewasa atau
hingga orangtua meninggal, dijanjikan oleh Rasulullah akan mendapatkan balasan
surga, bahkan akan di tempatkan kedudukannya di dekat beliau saw di
perkampungan yang penuh dengan kenikmatan dan kekal abadi selamanya. Sebagaimana telah dijelaskan di atas, bahwa
nantinya ia akan menjadi amal jariyah untuk mereka.
Orangtua tidak berwenang untuk menjual atau memberikan hak kepemilikan
anak perempuannya kepada orang lain dalam keadaan bagaimanapun. Sebab, Islam
telah menghapuskan jual beli orang merdeka, baik laki-laki maupun perempuan,
dalam bentuk apapun termasuk anak. Apabila dia memiliki harta sendiri, kewajiban
orangtua adalah mengawasi harta tersebut dengan cara yang baik dan bijak
(Al-Qardhawi, 2006: 97).
Begitulah wanita sebagai seorang anak, ia senantiasa membutuhkan
kehangatan kasih sayang, perlindungan, pendidikan, dan lain sebagainya, yang
tujuannya agar menjamin dirinya bertemu dengan Sang Penciptanya, yaitu Allah
swt. Kemudian masuk ke dalam surga-Nya, kekal abadi di dalamnya.
3.
Sebagai
Seorang Istri
Wanita tak pernah lepas dari kasih dan sayang, ia ingin selalu dicintai,
disayangi, dimanjakan, dihormati, dihargai, dan dipuji, serta diberikan
perlindungan dan kedamaian. Semua hal tersebut tentunya ia harapkan dari
pasangannya, suami tercinta, I love you
forever.
Istri sangat membutuhkan ketenangan dan perlindungan dari pasangannya, di
manapun dan kapanpun. Tak mengenal waktu dan suasana. Karena ia ingin di semua
suasana ada perhatian dan pujian untuknya. Dan yang terpenting untuknya
hanyalah damai, romantis, harmonis, dan bahagia. ‘Suamiku, engkau adalah segalanya untukku, dan engkau selalu ada dalam
hatiku’.
Sebagai ciptaan yang sempurna, wanita sebagai istri secara psikologis,
menurut Abu Al-Ghifari (2004: 132), lebih banyak mendapat tekanan (stress),
karena tugasnya yang begitu berat. Oleh karena beratnya tugas tersebut, Islam
menghibur mereka agar tabah, karena pahalanya sederajat dengan laki-laki yang
maju ke medan perang (syahid). Sebagaimana sabda Rasulullah saw, “Siapa di antara kalian (para istri dan ibu)
ikhlas tinggal di rumah untuk mengasuh anak-anak dan melayani segala urusan
suaminya, maka ia akan memperoleh pahala yang kadarnya sama dengan pahala para
mujahidin di jalan Allah.” (HR. Bukhari Muslim).
Dan dalam hadits yang lain, beliau saw juga bersabda, “Ada empat perkara yang barangsiapa diberi
keempat perkara itu berarti ia telah diberi kebaikan dunia dan akhirat; hati
yang bersyukur; lisan yang berzikir; kesabaran dalam menghadapi cobaan; dan
istri yang tidak berkhianat terhadap dirinya sendiri dan tidak pula terhadap
suaminya.” (HR. Thabrani).