Sabtu, 15 November 2014

Sadar Kesehatan ke Medis atau Nonmedis

Sadar Kesehatan ke Medis atau Nonmedis

Oleh: Suryan

Baru-baru ini presiden terpilih Joko Widodo meluncurkan program Kartu Indonesia Sehat (KIS), Senin (3/11/2014) dan menurut Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Puan Maharani, KIS adalah penyempurnaan dari program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang digulirkan pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Jika JKN hanya dapat digunakan untuk pengobatan, maka KIS memiliki kelebihan karena dapat digunakan untuk pencegahan dan pengobatan (nasional.kompas.com, 3/11/2014).
Terlepas dari hal di atas, yang menjadi sorotan penulis adalah apakah nantinya kartu `ajaib' ini benar-benar bisa memberikan dampak yang positif ataukah negatif, atau sama saja seperti yang sebelumnya, hanya memberikan jaminan kesehatan tetapi belum memberikan jaminan pelayanan terhadap masyarakat kelas ke bawah yang memiliki kartu jaminan kesehatan tersebut.
Berkaitan dengan hal ini, yang lebih penting lagi adalah apakah  masyarakat kita sudah sadar dan peduli kesehatan secara menyeluruh hingga ke pelosok-pelosok. Tingkat kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat sudahkan dimiliki oleh seluruh lapisan masyarakat.
Bila hal ini belum terpenuhi, maka secara otomatis masalah kesehatan adalah masalah yang penting untuk diwujudkan sebagaimana tujuan dari visi pemerintah adalah `Indonesia sehat 2015' dan sejalan dengan tema Hari Kesehatan Nasional ke-50 tahun ini, yakni "sehat bangsaku sehat negeriku".
Kita tahu bahwa masyarakat kita, khususnya di Belitung masih minim sekali kesadaran dan kepedulian terhadap kesehatan. Jangankan untuk orang lain, untuk diri sendiri - pun belum ditumbuhkan kesadaran dan kepedulian betapa pentingnnya arti nilai kesehatan bagi tubuh. Padahal kesehatan adalah kekayaan yang tak ternilai harganya dan nikmat yang tiada tara. Hal ini juga sejalan dengan pernyataan Endang R. Sedyaningsih, yang mengatakan bahwa kesadaran masyarakat akan hidup sehat masih kurang. Ia menjelaskan hal ini terlihat berdasarkan riset kesehatan dasar (riskesdas) tahun 2007, rumah tangga yang tidak menggunakan fasilitas buang air besar sebesar 24,8 persen, tidak memiliki saluran pembuangan air limbah sebesar 32,5 persen (republika.co.id, 05/12/2009).
Tingkat kesadaran dan kepedulian ini dapat kita lihat ketika masalah sakit menimpa masyarakat. Contoh saja, bila masyarakat kita diserang panas tinggi terkadang lebih mudah percaya dengan cerita atau omongan tetangga atau masayakat sekitar, atau sebut saja sesepuh masayarakat tersebut untuk mendatangi orang pintar yang secara ranah kesehatan bukan medis (non medis), walaupun sebagai ada yang membidangi medis tradisional. Artinya, masyarakat kita lebih percaya non medis ketimbang untuk menanyakan dan mengkonsultasikan serta memeriksakan penyakit tersebut ke paramedis. Terkadang yang lebih memprihatinkan lagi ketika masyarakat yang mengalami hal di atas adalah masyarakat yang tinggal di lingkungan kota, yang notabanenya dekat dengan pusat medis.
Selain itu, hal ini dapat dilihat juga dari tingginya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap  hal-hal yang berbau mistis, dan bahkan terkadang membutakan pemahaman masyarakat terhadap penanganan masalah kesehatan. Seperti halnya banyak orang yang masih beranggapan kalau orang yang terkena gangguan jiwa itu karena mistis, padahal bukan. Itu adalah salahsatu  penyakit medis berdasarkan pernyataan dr. Agung Frijanto, SpKJ pada Training For Trainer (TFT) yang di laksanakan Layanan Kesehatan Cuma-Cuma (LKC) Dompet Dhuafa, 4-5 September 2013.
Anggapan umum masyarakat terhadap orang gila itu, karena minimnya pengetahuan masyarakat tentang penyakit gangguan jiwa. Sehingga mereka pun memberlakukan penderita gangguan jiwa dengan cara yang tidak bersahabat, meski penderita adalah anggota keluarga sendiri (lkc.or.id/2013/09/05).
Masyarakat kita saat memutuskan dalam penanganan masalah kesehatan sering salah persepsi, sehingga hal-hal yang memang sudah jelas secara medis, karena kemiripan gejala dengan gejala terkena gangguan mistis, sehingga dianggap masalah yang penanganannya harus dilakukan dengan non medis.
Semoga momentum memperingati Hari Kesehatan Nasional (HKN) Tahun 2014 yang genap setengah abad perjalanannya (50 tahun) dapat memberikan dampak perubahan besar bagi bangsa, khususnya di bidang teknologi kesehatan, sumberdaya kesehatan, dan juga resources kesehatan yang lain yang terus dikembangkan.
Artinya secara pembangunan, hal ini sebenarnya tidak ada lagi hal atau masalah yang membuat masyarakat menjadi tabu, yang membuat orang buta pengetahuan atau jauh dari pusat informasi. Karena pembanguna kesehatan tersebut telah diinformasikan melalaui media, baik itu masa atau elektronik. Hanya saja yang dibutuhkan adalah tindak lanjut pensosialisasian oleh instansi terkait agar sampai pesan tersebut ke semua lini.(*)

Terbit di harian pagi Bangka Pos & Pos Belitung
Rabu (12/11/2014)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimakasih...