Kamis, 22 September 2011

PENGHARAPAN YANG TERAKHIR

PENGHARAPAN YANG TERAKHIR

Percikan wangi-wangi surga kian jauh
Penghambaanku masih belum kutambah
Siang dan malam telah engkau atur untukku berserah
Seisi alam telah menghamparkan diri untuk tempatku menyembah

Aku lengah dan terbuai
Bujukan nafsu semakin menguntai
Sadarku semakin terbengkalai
Bisikan syetan terus mengintai

Sadarku belum terbangun
Tetesan embun telah di ujung daun
Saatku hendak terbangun…
Titipan usia mulai menjadi pikun

Kuasakan diriku untuk berfikir
Menyemangati dengan berzikir
Kuserahkan semua hidupku untuk yang terakhir
Mengharap bahagia di Yaumul Akhir…

Oleh: Nayrus El Rayyan
Rivan’s Merawang, Minggu 07 Februari 2010
20:22 WIB

Kamis, 15 September 2011

Wanita, Ingin di Cintai dan di Sayangi: Bag. Ke-4 MALU SEBAGAI TABIAT DASAR


BAGIAN KEEMPAT
MALU SEBAGAI TABIAT DASAR
Oleh: Nayrus El Rayyan

Orang yang tidak punya maludan tidak amarah,
bagiku seakan terlihat telanjang di tengah orang banyak
*Abu Bakar Ash-Shiddiq*


Pengertian Malu
Malu adalah salah satu sifat yang merupakan fitrah bagi setiap manusia. Tak ada satupun manusia di dunia ini yang luput dari rasa malu. Malu terhadap diri sendiri, malu terhadap sesame, malu terhadap makhluk ciptaan Allah lainnya, dan yang utama adalah malu kepada Allah swt.
Malu adalah perasaan yang membuat seseorang menjadi enggan, tidak percaya diri, ragu, dan lain sebagainya. Malu, sebagaimanan dijelaskan oleh Ash-Shagharji (2004: 23), yakni; Pertama, keengganan hati untuk melakukan suatu hal karena kekhawatiran akan mendapatkan celaan,. Kedua, suatu perubahan yang muncul dalam hati ketika ada perasaan takut dihina dan dicela. Ketiga, sebuah perangai yang mendorong pemiliknya meninggalkan keburukan dan melakukan kebaikan.
Dari ketiga penjelasan di atas, dapat diartikan bahwa malu merupakan sesuatu yang menunujukkan seseorang yang memiliki kehormatan, harga diri, dan kepribadian. Dari ini dapat digambarkan bahwa barangsiapa yang takut dicap jelek, jahat, ataupun berperangai buruk oleh khalayak berarti dia orang yang memiliki rasa malu. Orang yang memiliki rasa malu otomatis akan meninggalkan hal-hal yang menyebabkan ia tercela oleh dirinya sendiri atau orang lain. Oleh karena itu, orang yang memiliki rasa malu juga akan mengkhawatirkan kehormatan dirinya, sebaliknya orang yang tidak mempunyai rasa malu lebih menjaga keselamatan diri dan tubuhnya ketimbang memperdulikan kehormatannya.
Malu adalah akhlak yang menghiasi dan menyinari prilaku lainnya. Malu merupakan fitrah dan tabiat dasar bagi setiap wanita. Sungguh tak masuk akal jika mendapati wanita yang tidak memiliki rasa malu. Kalaupun ada, wanita itu bias menjadi sumber kejahatan dan kesesatan.
Macam-macam Malu
1.      Malu krena fitrah, seperti anak kecil yang telanjang malu ketika dilihat orang. Atau seperti wajah orang berakhlak yang memerah ketika mendengar kata-kata kotor atau mungkar.
2.      Malu karena iman, seperti apa yang diucapkan Al-junaidi, ”Seorang Mukmin tidak melakukan maksiat karena malu dilihat Allah.”
3.      Malu karena jiwa, disebut juga perasaan. Abu Bakar mengibaratkan dalam syair berikut;
Orang yang tidak punya malu dan tidak amarah,
bagiku seakan terlihat telanjang di tengah orang banyak
‘Ali berkata, “Orang yang menjadikan malu sebagai pakaian
berarti membuat orang lain tidak bisa melihat aibnya.”
Demikianlah tiga macam pembagian malu yang digambarkan oleh Ridha, (2006: 98). Ketiga macam pembagian tersebut adalaha pembagian malu secara umum. Sedangkan menurut Ash-Shagharji (2004), ia menguraikan malu (haya’) menjadi sebelas macam, yakni berdasarkan yang katakana oleh Imam al-Qusyairi;
1.      Haya’ jinayah, yaitu malu yang disebabkan mempunyai kesalahan;
2.      Haya’ taqshir, yaitu rasa malu yang diakibatkan keteledoran;
3.      Haya’ ijlal, yaitu rasa malu yang muncul karena pengagungan dan ini dimulai dari ma’rifat (mengenal) Allah, semakin hamba mengenal kepada Allah, maka semakin bertambah pula rasa malu kepada Tuhan-Nya;
4.      haya’ karam, yaitu rasa malu yang menggambarkan akan kemuliaan pemiliknya;
5.      Haya’ hasymah, yaitu rasa malu Ali ra ketika harus bertanya tentang madzi (lender yang keluar dari kemaluan ketika sedang syahwat). Kemudian beliau menyuruh Miqdal ibnul Aswad agar bertanya kepada Rasulullah saw. Rasulullah saw memberi jawaban ‘bahwa orang yang mengeluarkan madzi harus berwudhu dan membasuh kemaluannya.’ (HR. Bukhari Muslim);
6.      Haya’ istiqar, yaitu rasa malu yang dimiliki oleh seorang yang merasarendah diri;
7.      Haya’ mahabbah, yaitu malunya seorang pecinta kepada orang yang dicintainya;
8.      Haya’ ubudiyyah, yaitu rasa malu yang merupakan kumpulan dari segala rasa cinta dan takut yang diiringi dengan perasaan akan suatu keteledoran seorang penyembah kepada Sang Pencipta itu akan memunculkan perasaan malu dalam hati si penyembah;
9.      Haya’ syaraf dan harga diri, yaitu rasa malu yang ditunjukkan oleh pribadi-pribadi yang berbudi agung ketika melihat dirinya tidak bisa melakukan hal yang sesuai dengan pangkat dan derajat yang dia miliki;
10.  Rasa malu seorang Mukmin sejati dengan melihat dirinya senantiasa teledor akan hak dan kewajiban dia terhadap tuhan-Nya; dan
11.  Ihaya’ in’am, yaitu rasa malu Allah kepada hamba-hamba-Nya dan tentunya kita harus menjaga hati kita dengan tetap beriktikad bahwa Allah tidak serupa dengan segala yang baru, meski Allah punya rasa malu tetapi rasa malu itu tidak sama dengan rasa malu yang dimiliki hamba-Nya (Ash-Shagharji, 2006: 38-42).
Malu sebagain dari Iman
Malu adalah sebagian dari iman, oleh karenya malu yang dipicu oleh keimanan muncul ketika seorang hamba tidak mau berbuat maksiat karena takut kepada Allah swt. Malu merupakan pilar sekaligus syi’ar dalam pembangunan akhlak ini. Jadi, kalau dikaitkan berarti tanpa malu tidak ada iman dan tidak ada akhlak baik. Seperti sabda Nabi saw, “Malu dan iman merupakan satu kesatuan utuh; jika alah satuny hilang, hilang juga yang lainnya.” (HR. Hakim).
Rasa malu adakalnya karena Allah, dan adakalanya juga karena manusia. Rasa malu karena Allah akan berbuah kebaikan (pahala), dan ini harus diupayakan semaksimal mungkin sebagai seorang Muslim, karena celaan dan pujian Allah di atas segala-galanya. Sebab malu karena Allah adalah perwujudan dari pengimanan seorang hamba. Semakin kita merasa malu kaerna Allah, maka semakin kita merasa bahwa penguasaan Allah hangat menyelimuti. Sebagaimana firman-Nya,
óOs9r& Ls>÷ètƒ ¨br'Î/ ©!$# 3ttƒ ÇÊÍÈ
“Tidaklah dia mengetahui bahwa Sesungguhnya Allah melihat segala perbuatannya?” (QS. Al-‘Alaq: 14)
Dan firman-Nya,
(#qè=uHùå$# $tB ôMçGø¤Ï© ( ¼çm¯RÎ) $yJÎ/ tbqè=yJ÷ès? ÅÁt/ ÇÍÉÈ
“Perbuatlah apa yang kamu kehendaki; Sesungguhnya dia Maha melihat apa yang kamu kerjakan.” (QS. Fussilat: 40)
Dari inilah, rasa malu harus menjadi karakter seorang Mukmin (khususnya para wanita), Karen amlu tidak mendorong kecuali kepada kebaikan. Nabi saw bersabda;

“Malu tidak mendorong kecuali kepada kebaikan.” (HR. Bukhari Muslim)
Sebagai wujud pengimanan, selayaknya rasa malu menjadi bagian utama bagi setiapo wanita Muslimah, karena malu tersebut akan menjadi tameng diri dan kehormatannya. Seorang yang tidak memiliki rasa malu, sudah barang tentu kehormatannya tidak pernag akan terjaga, bahkan karena itu pula dengan bijak ia sengaja melepaskan kehormatannya. Padahal nabi saw telah menjanjikan bagi seorang yang memiliki rasa malu dan gagap berbicara, sehingga menyebabkan ia malu untuk berkata-kata akan mendekatkan dirinya ke surga dan menjauhkan neraka darinya.
Dari Abu Umamah, Nabi saw bersabda:

“Malu dan gagap berbicara adalah bagian dari iman, serta bisa mendekatkan diri ke surga dan menjauhkan dari neraka. Sedang berkata buruk dan kotor adalah dari setan dan dapat medekatkan ke neraka serta menjauhkan dari surga.” (HR. Thabrani dalam at-Targhib wa Tarhib).
Bila Rasa Malu Telah Hilang
Kita sudah mengetahui, bahwa memiliki rasa malu merupakan cirri khas para nabi dan rasul, karenanya beruntunglah bagi wanita yang memiliki rasa malu. Rasa malu yang dimiliki oleh seorang wanita karena Allah akan menyelamatkannya dari fitnah dan tercela. Sebaliknya, jika rasa malu sudah tidak ada lagi dalm pribadi seorang wanita, maka segala bencana akan muncul dari mana-mana.
Rasulullah saw bersabda,
“Sesungguhnya Allah swt apabila hendak membinasakan seseorang, dicabutnya dari seseorang itu sifat malu. Bila rasa malu telah dicabut darinya, engkau akan mendapatinya dibenci orang, malah dianjurkan supaya orang benci padanya, kemudian bila dia telah dibenci orang, dicabutlah sifat amanah darinya. Jika sifat amanah telah dicabut, kamu dapati ia menjadi seorang penghianat. Jika telah menjadi pengkhianat, dicabutnya sifat kasih sayang. Jika telah hilang kasih sayang, maka jadilah ia seorang yang terkutuk. Jika telah menjadi orang terkutuk, maka lepaslah tali Islam darinya.” (HR. Ibnu majah).
Dalam riwayat lain, beliau saw juga bersabda, “Jika Allah hendak menghancurkan suatu kaum (negeri), maka terlebih dahulu dilepaskannya rasa malu dari kaum itu.” (HR. Bukhari Muslim).
Inilah kerugian besar (bencana) yang akan didapatkan oleh seorang wanita bila rasa malunya telah hilang. Bahkan, berdasarkan penjelasan hadits di atas, apabila seorang telah hilang rasa malunya maka pada akhirnya ia bisa dianggap sebagai seorang yang telah lepas dari tali Islam. Siapa yang menginginkan lepas (keluar) dari Islam, walau dia seorang penjahat, pelakon maksiat, dan perbuatan tercela lainnya, tiada rela hal itu terjadi pada mereka. Nah sekarang, wahai para wanita, apakan kalian mau menjadi orang yang tidak mempunyai (hilang) rasa malu ?
Berkenaan dengan hal ini, Rasulullah saw menyindir orang yang telah hilang rasa malu, ”Jika rasa malu telah hilang, maka lakukanlah apa saja oleh kalian sesuaka nafsu kalian.” hal ini mengandung pengertian, jika rasa malu telah hilang, maka seseorang tidak akan mampu menimbang antara halal dan haram, atau antara yang hak dan yang bathil suatu perbuatan (Al-Ghifari, 2004: 74-75).
Bila semua itu telah terjadi demikian, maka tidak ada lagi perbedaan antara manusia dengan binatang, mereka hidup hanya mengedepankan hawa nafsunya. Bahkan ia akan lebih rakus dan kotor dari binatang. Karena inilah Allah swt berfirman,

”Terangkanlah kepadaku tentang orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya. Maka apakah kamu dapat menjadi pemelihara atasnya?, atau apakah kamu mengira bahwa kebanyakan mereka itu mendengar atau memahami. Mereka itu tidak lain, hanyalah seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat jalannya (dari binatang ternak itu).(QS. Al-Furqan: 43-44)
Inti dari penjelasan ayat ini, mengisyaratkan bahwa manusia yang hilang rasa malunya, dikategorikan bagai binatang bahkan lebih sesat lagi dari bitang. Na’uzubillahiminzalik.
Wahai wanita-wanita muslimah, mari kembali pada Allah. Tak kurang rasanya penjabaran ini sebagai kecaman dan peringatan untuk menjadi lebih baik. Sebagai wanita, yang sudah kerap dengan sifat malu dan lemah lembut, mari jadikan ia sebagai ciri khas. Jangan pernah pisahkan, dan berniat untuk memisahkannya dari hatimu. Dan jangan lupa, agar menjadikan malu hanya karena Allah swt. Semoga engkau menjadi wanita yang diridhai oleh Allah swt, yang dijamin masuk surga-Nya. Amin Ya Rabbal ’Alamin.
Wallahu a’lam...