BAGIAN KEEMPAT
MALU SEBAGAI TABIAT DASAR
Oleh: Nayrus El Rayyan
Orang
yang tidak punya maludan tidak amarah,
bagiku seakan terlihat telanjang di tengah
orang banyak
*Abu Bakar Ash-Shiddiq*
Pengertian Malu
Malu adalah salah satu sifat yang merupakan fitrah
bagi setiap manusia. Tak ada satupun
manusia di dunia ini yang luput dari rasa malu. Malu terhadap diri sendiri,
malu terhadap sesame, malu terhadap makhluk ciptaan Allah lainnya, dan yang
utama adalah malu kepada Allah swt.
Malu adalah
perasaan yang membuat seseorang menjadi enggan, tidak percaya diri, ragu, dan
lain sebagainya. Malu, sebagaimanan dijelaskan oleh Ash-Shagharji (2004: 23),
yakni; Pertama, keengganan hati untuk
melakukan suatu hal karena kekhawatiran akan mendapatkan celaan,. Kedua, suatu perubahan yang muncul dalam
hati ketika ada perasaan takut dihina dan dicela. Ketiga, sebuah perangai yang mendorong pemiliknya
meninggalkan keburukan dan melakukan kebaikan.
Dari ketiga
penjelasan di atas, dapat diartikan bahwa malu merupakan sesuatu yang
menunujukkan seseorang yang memiliki kehormatan, harga diri, dan kepribadian.
Dari ini dapat digambarkan bahwa barangsiapa yang takut dicap jelek, jahat,
ataupun berperangai buruk oleh khalayak berarti dia orang yang memiliki rasa
malu. Orang yang memiliki rasa malu otomatis akan meninggalkan hal-hal yang
menyebabkan ia tercela oleh dirinya sendiri atau orang lain. Oleh karena itu,
orang yang memiliki rasa malu juga akan mengkhawatirkan kehormatan dirinya,
sebaliknya orang yang tidak mempunyai rasa malu lebih menjaga keselamatan diri
dan tubuhnya ketimbang memperdulikan kehormatannya.
Malu adalah
akhlak yang menghiasi dan menyinari prilaku lainnya. Malu merupakan fitrah dan
tabiat dasar bagi setiap wanita. Sungguh tak masuk akal jika mendapati wanita
yang tidak memiliki rasa malu. Kalaupun ada, wanita itu bias menjadi sumber kejahatan dan kesesatan.
Macam-macam Malu
1. Malu
krena fitrah, seperti anak kecil yang telanjang malu ketika dilihat orang. Atau seperti wajah orang berakhlak yang
memerah ketika mendengar kata-kata kotor atau mungkar.
2.
Malu karena iman, seperti apa yang diucapkan
Al-junaidi, ”Seorang Mukmin tidak
melakukan maksiat karena malu dilihat Allah.”
3. Malu karena jiwa, disebut juga perasaan.
Abu Bakar mengibaratkan dalam syair berikut;
Orang yang tidak punya malu dan
tidak amarah,
bagiku
seakan terlihat telanjang di tengah orang banyak
‘Ali berkata, “Orang yang menjadikan malu sebagai pakaian
berarti
membuat orang lain tidak bisa melihat aibnya.”
Demikianlah
tiga macam pembagian malu yang digambarkan oleh Ridha, (2006: 98). Ketiga macam
pembagian tersebut adalaha pembagian malu secara umum. Sedangkan menurut
Ash-Shagharji (2004), ia menguraikan malu (haya’)
menjadi sebelas macam, yakni berdasarkan yang katakana oleh Imam al-Qusyairi;
1. Haya’
jinayah, yaitu malu yang
disebabkan mempunyai kesalahan;
2. Haya’
taqshir, yaitu rasa malu
yang diakibatkan keteledoran;
3. Haya’
ijlal, yaitu rasa malu
yang muncul karena pengagungan dan ini dimulai dari ma’rifat (mengenal) Allah,
semakin hamba mengenal kepada Allah, maka semakin bertambah pula rasa malu
kepada Tuhan-Nya;
4.
haya’ karam, yaitu
rasa malu yang menggambarkan akan kemuliaan pemiliknya;
5.
Haya’ hasymah, yaitu
rasa malu Ali ra ketika harus bertanya tentang madzi (lender yang keluar dari kemaluan ketika sedang syahwat).
Kemudian beliau menyuruh Miqdal ibnul Aswad agar bertanya kepada Rasulullah
saw. Rasulullah saw memberi jawaban ‘bahwa orang yang mengeluarkan madzi harus berwudhu dan membasuh
kemaluannya.’ (HR. Bukhari Muslim);
6.
Haya’ istiqar, yaitu
rasa malu yang dimiliki oleh seorang yang merasarendah diri;
7.
Haya’ mahabbah, yaitu
malunya seorang pecinta kepada orang yang dicintainya;
8.
Haya’ ubudiyyah, yaitu
rasa malu yang merupakan kumpulan dari segala rasa cinta dan takut yang
diiringi dengan perasaan akan suatu keteledoran seorang penyembah kepada Sang
Pencipta itu akan memunculkan perasaan malu dalam hati si penyembah;
9.
Haya’ syaraf dan
harga diri, yaitu rasa malu yang ditunjukkan oleh pribadi-pribadi yang
berbudi agung ketika melihat dirinya tidak bisa melakukan hal yang sesuai
dengan pangkat dan derajat yang dia miliki;
10. Rasa
malu seorang Mukmin sejati dengan melihat dirinya senantiasa teledor akan hak
dan kewajiban dia terhadap tuhan-Nya; dan
11. Ihaya’ in’am, yaitu rasa malu Allah
kepada hamba-hamba-Nya dan tentunya kita harus menjaga hati kita dengan tetap
beriktikad bahwa Allah tidak serupa dengan segala yang baru, meski Allah punya
rasa malu tetapi rasa malu itu tidak sama dengan rasa malu yang dimiliki
hamba-Nya (Ash-Shagharji, 2006: 38-42).
Malu sebagain dari Iman
Malu adalah sebagian dari iman, oleh karenya malu yang
dipicu oleh keimanan muncul ketika seorang hamba tidak mau berbuat maksiat
karena takut kepada Allah swt. Malu merupakan pilar sekaligus syi’ar dalam
pembangunan akhlak ini. Jadi, kalau dikaitkan berarti tanpa malu tidak ada iman
dan tidak ada akhlak baik. Seperti sabda Nabi saw, “Malu dan iman merupakan satu kesatuan utuh; jika alah satuny hilang,
hilang juga yang lainnya.” (HR. Hakim).
Rasa malu adakalnya
karena Allah, dan adakalanya juga karena manusia. Rasa malu karena Allah akan
berbuah kebaikan (pahala), dan ini harus diupayakan semaksimal mungkin sebagai
seorang Muslim, karena celaan dan pujian Allah di atas segala-galanya. Sebab
malu karena Allah adalah perwujudan dari pengimanan seorang hamba. Semakin kita merasa malu kaerna Allah,
maka semakin kita merasa bahwa penguasaan Allah hangat menyelimuti. Sebagaimana
firman-Nya,
óOs9r& Ls>÷ètƒ ¨br'Î/ ©!$# 3“ttƒ ÇÊÍÈ
“Tidaklah dia mengetahui bahwa Sesungguhnya Allah melihat segala
perbuatannya?” (QS. Al-‘Alaq: 14)
Dan firman-Nya,
(#qè=uHùå$# $tB ôMçGø¤Ï© ( ¼çm¯RÎ) $yJÎ/ tbqè=yJ÷ès? îŽÅÁt/ ÇÍÉÈ
“Perbuatlah apa yang kamu kehendaki; Sesungguhnya dia Maha
melihat apa yang kamu kerjakan.” (QS. Fussilat: 40)
Dari inilah, rasa malu harus menjadi karakter seorang
Mukmin (khususnya para wanita), Karen amlu tidak mendorong kecuali kepada
kebaikan. Nabi saw bersabda;
“Malu tidak mendorong kecuali
kepada kebaikan.” (HR. Bukhari Muslim)
Sebagai wujud pengimanan, selayaknya rasa malu menjadi
bagian utama bagi setiapo wanita Muslimah, karena malu tersebut akan menjadi
tameng diri dan kehormatannya. Seorang yang tidak memiliki rasa malu, sudah
barang tentu kehormatannya tidak pernag akan terjaga, bahkan karena itu pula
dengan bijak ia sengaja melepaskan kehormatannya. Padahal nabi saw telah
menjanjikan bagi seorang yang memiliki rasa malu dan gagap berbicara, sehingga
menyebabkan ia malu untuk berkata-kata akan mendekatkan dirinya ke surga dan
menjauhkan neraka darinya.
Dari Abu Umamah, Nabi saw bersabda:
“Malu dan gagap berbicara adalah bagian
dari iman, serta bisa mendekatkan diri ke surga dan menjauhkan dari neraka.
Sedang berkata buruk dan kotor adalah dari setan dan dapat medekatkan ke neraka
serta menjauhkan dari surga.” (HR. Thabrani dalam at-Targhib wa Tarhib).
Bila Rasa Malu Telah Hilang
Kita sudah mengetahui, bahwa memiliki rasa malu
merupakan cirri khas para nabi dan rasul, karenanya beruntunglah bagi wanita
yang memiliki rasa malu. Rasa malu yang dimiliki oleh seorang wanita karena
Allah akan menyelamatkannya dari fitnah dan tercela. Sebaliknya, jika rasa malu
sudah tidak ada lagi dalm pribadi seorang wanita, maka segala bencana akan
muncul dari mana-mana.
Rasulullah saw bersabda,
“Sesungguhnya Allah swt apabila
hendak membinasakan seseorang, dicabutnya dari seseorang itu sifat malu. Bila
rasa malu telah dicabut darinya, engkau akan mendapatinya dibenci orang, malah
dianjurkan supaya orang benci padanya, kemudian bila dia telah dibenci orang,
dicabutlah sifat amanah darinya. Jika sifat amanah telah dicabut, kamu dapati ia
menjadi seorang penghianat. Jika telah menjadi pengkhianat, dicabutnya sifat
kasih sayang. Jika telah hilang kasih sayang, maka jadilah ia seorang yang
terkutuk. Jika telah menjadi orang terkutuk, maka lepaslah
tali Islam darinya.” (HR.
Ibnu majah).
Dalam
riwayat lain, beliau saw juga bersabda, “Jika
Allah hendak menghancurkan suatu kaum (negeri), maka terlebih dahulu
dilepaskannya rasa malu dari kaum itu.” (HR. Bukhari Muslim).
Inilah
kerugian besar (bencana) yang akan didapatkan oleh seorang wanita bila rasa
malunya telah hilang. Bahkan, berdasarkan penjelasan hadits di atas, apabila
seorang telah hilang rasa malunya maka pada akhirnya ia bisa dianggap sebagai
seorang yang telah lepas dari tali Islam. Siapa yang menginginkan lepas
(keluar) dari Islam, walau dia seorang penjahat, pelakon maksiat, dan perbuatan
tercela lainnya, tiada rela hal itu terjadi pada mereka. Nah sekarang, wahai
para wanita, apakan kalian mau menjadi orang yang tidak mempunyai (hilang) rasa
malu ?
Berkenaan
dengan hal ini, Rasulullah saw menyindir orang yang telah hilang rasa malu, ”Jika rasa malu telah hilang, maka
lakukanlah apa saja oleh kalian sesuaka nafsu kalian.” hal ini mengandung
pengertian, jika rasa malu telah hilang, maka seseorang tidak akan mampu
menimbang antara halal dan haram, atau antara yang hak dan yang bathil suatu
perbuatan (Al-Ghifari, 2004: 74-75).
Bila semua
itu telah terjadi demikian, maka tidak ada lagi perbedaan antara manusia dengan
binatang, mereka hidup hanya mengedepankan hawa nafsunya. Bahkan ia akan lebih
rakus dan kotor dari binatang. Karena inilah Allah swt berfirman,
”Terangkanlah kepadaku tentang orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai
tuhannya. Maka apakah kamu dapat menjadi pemelihara atasnya?, atau
apakah kamu mengira bahwa kebanyakan mereka itu mendengar atau memahami. Mereka
itu tidak lain, hanyalah seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat
jalannya (dari binatang ternak itu).” (QS. Al-Furqan: 43-44)
Inti dari
penjelasan ayat ini, mengisyaratkan bahwa manusia yang hilang rasa malunya,
dikategorikan bagai binatang bahkan lebih sesat lagi dari bitang. Na’uzubillahiminzalik.
Wahai wanita-wanita
muslimah, mari kembali pada Allah. Tak kurang rasanya penjabaran ini sebagai
kecaman dan peringatan untuk menjadi lebih baik. Sebagai wanita, yang sudah
kerap dengan sifat malu dan lemah lembut, mari jadikan ia sebagai ciri khas. Jangan
pernah pisahkan, dan berniat untuk memisahkannya dari hatimu. Dan jangan lupa,
agar menjadikan malu hanya karena Allah swt. Semoga engkau menjadi wanita yang
diridhai oleh Allah swt, yang dijamin masuk surga-Nya. Amin Ya Rabbal ’Alamin.
Wallahu a’lam...