Kamis, 20 November 2014

Berdamai dengan Diabetes

Berdamai dengan Diabetes
Oleh: Suryan


SEPEKAN, yang lalu kita baru saja memperingati Hari Kesehatan Nasional (HKN) ke 50 tanggal 12 November 2014, dengan tema "Sehat Bangsaku Sehat Negeriku". Kemudian dilanjutkan dengan peringatan Hari Diabetes Sedunia yang jatuh pada tanggal 14 November 2014. Pertanyaannya adalah "sudah sejauh mana kesehatan masyarakat Indonesia terpenuhi sesuai visi dan harapan pemerintah sebagaimana visinya `Indonesia sehat 2015'?"
Di Indonesia, sebagai Negara berkembang kasus ini terus meningkat, termasuk juga kasus serupa dengan prevalensi yang semakin meningkat dalam setiap tahunnya, maka seharusnya upaya pencegahan terhadap penyakit diabetes (gula darah, diabetes mellitus) ini semakin digalakkan. Hal ini karena penyakit ini dapat mengundang kehadiran berbagai macam penyakit yang lebih dikenal dengan istilah komplikasi diabetes.
Menurut Kementrian Kesehatan, dikutip dari blogdokter.net/2014/05/31 pada tahun 2013, penduduk Indonesia yang berusia lebih dari usia 15 tahun yang mengidap diabetes sebanyak 6,9%. Prevalensi diabetes tertinggi yang terdiagnosis oleh dokter di Indonesia adalah; Yogyakarta (2,6%), DKI Jakarta (2,5%), Sulawesi Utara (2,4%), dan Kalimantan Timur (2,3%).
Kepala Instalasi Pelayanan Pelanggan dan Humas RSUP Persahabatan, Any Reputrawati, di Jakarta, mengatakan, tingginya angka tersebut menjadikan Indonesia peringkat keempat jumlah penderita diabetes melitus terbanyak di dunia setelah Amerika Serikat, India, dan Cina.
Sedangkan menurut Tjandra Yoga Aditama mengatakan, perkembangan kasus diabetes di Indonesia terus mengalami kenaikan jumlahnya, berdasarkan Badan Kesehatan Dunia (WHO) memprediksi kenaikan jumlah penyandang diabetes mellitus di Indonesia dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030. Demikian juga halnya dengan Badan Federasi Diabetes Internasional (IDF) pada tahun 2009, memperkirakan kenaikan jumlah penyandang diabetes mellitus dari 7,0 juta tahun 2009 menjadi 12,0 juta tahun 2030.
Wanita di perkotaan dengan pendidikan tinggi mempunyai prevalensi diabetes yang cenderung lebih tinggi dibandingkan laki - laki. Kelompok umur yang paling banyak mengidap diabetes adalah 45 - 52 tahun dengan resiko diabetes yang meningkat seiring penambahan usia, terutama  pada usia di atas 40 tahun.
Peningkatan resiko ini dikarenakan terjadi intoleransi glukosa. Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007 menunjukkan diabetes merupakan penyebab kematian nomor 6 dari seluruh kematian pada semua kelompok umur. Sementara prevalensi diabetes di daerah perkotaan sebanyak 5,7%, 73% penderita yang tidak terdiagnosa dan mengonsumsi obat, serta prevalensi toleransi glukosa terganggu adalah 10,2%.
Karena itu, kata Tjandra, pengendalian penyakit ini perlu dilakukan dengan sungguh  komprehensif dan integritas melalui pendekatan continuum care (sp.beritasatu.com, 20/09/2012).
Tipe diabetes
Diabetes Mellitus tipe I: Diabetes yang disebabkan oleh gangguan sistem kekebalan tubuh penderita sehingga menyebabkan kerusakan sel beta pankreas. Kerusakan ini menyebabkan penurunan jumlah produksi insulin yang berperan sebagai kunci untuk membuka pintu sel tubuh supaya glukosa bisa masuk. Penderita Diabetes Tipe 1 ini dikenal sebagai Diabetes yang tergantung pada suntikan insulin, dan biasanya muncul pada usia anak - anak.
Diabetes Mellitus tipe II: Diabetes yang terjadi akibat kerusakan pintu sel tubuh sehingga tidak mau terbuka (resistensi insulin). Akibatnya sel tubuh kelaparan dan kadar gula darah meningkat dikarenakan penumpukan glukosa darah. Diabetes tipe ini mulanya diatasi dengan pengaturan pola makan dan latihan fisik. Apabila glukosa darah masih belum terkendali, maka perlu ditambahkan dengan obat diabetes jenis tablet (obat hipoglikemik oral).
Diabetes Mellitus tipe III atau MRDM (Malnutrition related Diabetes Mellitus): Diabetes tipe ini berkaitan dengan radang pankreas (pankreatitis), kelainan hormonal, atau obat - obatan. Diabetes tipe ini diawali dengan kondisi kekurangan gizi (malnutrisi).
Diabetes Mellitus tipe IV (Diabetes pada kehamilan atau Gestasional Diabetes Mellitus): Diabetes yang timbul pada saat kehamilan, yang dikenal sebagai Diabetes Gestasional. Penyebabnya adalah berkurangnya fungsi tubuh selama kehamilan dalam menghadapi naiknya kadar gula darah.
Diabetes tipe lain: Diabetes yang disebabkan oleh penyakit lainnya, misalnya kerusakan hati (sirosis hepatik).
Ciri-ciri  dan penanganan
Diabetes melitus kini menjadi ancaman yang serius bagi manusia dan telah menjadi penyebab kematian urutan ketujuh di dunia. Diabetes melitus atau kencing manis adalah penyakit yang ditandai tingginya kadar gula dalam darah. Penyakit ini timbul perlahan-lahan dan biasanya tidak disadari oleh si penderita.
Ada tujuh gejala penyakit diabetes melitus, yaitu sering buang air kecil, cepat lelah dan mengantuk, berat badan menurun drastis, selalu merasa lapar dan haus, gatal-gatal disekitar kemaluan, glukosa darah lebih dari 200, dan glukosa darah saat puasa, minimal 8 jam lebih dari 126.
Penanganan diabetes seperti yang dipublis oleh blogdokter.net/2014/05/31 dengan cara 4 Sehat 5 Teratur. Penanganan ini bertujuan untuk menormalkan kembali aktivitas insulin dan kadar glukosa darah. Dengan demikian akan mengurangi terjadinya komplikasi.
Penangan yang  dapat dilakukan dengan cara 4 sehat 5 teratur yaitu dengan cara;
Pertama, Edukasi Diabetes: rajin mencari informasi atau mengikuti perkembangan mengenai Diabetes sehingga dapat memahami seluk beluk Diabetes beserta cara pengendaliannya.
Kedua, Aktivitas fisik: latihan aktivitas fisik atau olah raga dapat dilakukan selama 3 - 4 kali seminggu selama 30 menit untuk mendapatkan hasil maksimal sehingga gula dalam darah dapat terus digunakan dengan baik melalui latihan fisik.
Ketiga, Pengaturan pola makan: penderita Diabetes perlu menjaga pola makan rendah gula dan tinggi serat untuk menjaga gula darah seimbang. Jumlah kalori dibatasi dengan perbandingan 25 kalori x berat badan untuk wanita dan 30 kalori x berat badan untuk laki - laki. Jadwal pengaturan pola makan dibagi menjadi enam kali yang terdiri dari tiga kali makanan utama dan tiga kali makanan ringan.
Keempat, Terapi obat atau insulin: setelah pengaturan pola makan dan aktivitas fisik telah dilakukan, asupan terapi obat akan dianjurkan oleh dokter sesuai dengan kebutuhan penderita Diabetes yaitu obat oral atau insulin.
Kelima, Swa-monitoring glukosa darah/ Self-Monitoring of Blood Glucose (SMBG): pemeriksaan gula darah secara mandiri untuk memantau kadar gula darah dalam waktu tertentu.
Kementerian Kesehatan juga sedang meningkatkan kapasitas sumber daya kesehatan, baik untuk  pelayanan di puskesmas, maupun kegiatan pos pembinaan terpadu penyakit tidak menular. Tahun 2014 setiap kabupaten/kota diharapkan mempunyai minimal satu puskesmas yang mampu melayani penyakit tidak menular dengan baik,termasuk diabetes. Selain itu, minimal 10% desa di Indonesia dapat menyelenggarakan Posbindu penyakit tidak menular (sp.beritasatu.com, 20/09/2012).
Semoga kita semakin peduli dan sadar dengan penyakit diabetes, dan tidak salah dalam penanganannya. Sehingga hal-hal fatal yang berhubungan dengan diabetes dapat kita hindari.

Terbit di harian pagi di Bangka Pos & Pos Belitung
Rabu, 19 November 2014 07:23 WIB

Sabtu, 15 November 2014

Sadar Kesehatan ke Medis atau Nonmedis

Sadar Kesehatan ke Medis atau Nonmedis

Oleh: Suryan

Baru-baru ini presiden terpilih Joko Widodo meluncurkan program Kartu Indonesia Sehat (KIS), Senin (3/11/2014) dan menurut Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Puan Maharani, KIS adalah penyempurnaan dari program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang digulirkan pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Jika JKN hanya dapat digunakan untuk pengobatan, maka KIS memiliki kelebihan karena dapat digunakan untuk pencegahan dan pengobatan (nasional.kompas.com, 3/11/2014).
Terlepas dari hal di atas, yang menjadi sorotan penulis adalah apakah nantinya kartu `ajaib' ini benar-benar bisa memberikan dampak yang positif ataukah negatif, atau sama saja seperti yang sebelumnya, hanya memberikan jaminan kesehatan tetapi belum memberikan jaminan pelayanan terhadap masyarakat kelas ke bawah yang memiliki kartu jaminan kesehatan tersebut.
Berkaitan dengan hal ini, yang lebih penting lagi adalah apakah  masyarakat kita sudah sadar dan peduli kesehatan secara menyeluruh hingga ke pelosok-pelosok. Tingkat kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat sudahkan dimiliki oleh seluruh lapisan masyarakat.
Bila hal ini belum terpenuhi, maka secara otomatis masalah kesehatan adalah masalah yang penting untuk diwujudkan sebagaimana tujuan dari visi pemerintah adalah `Indonesia sehat 2015' dan sejalan dengan tema Hari Kesehatan Nasional ke-50 tahun ini, yakni "sehat bangsaku sehat negeriku".
Kita tahu bahwa masyarakat kita, khususnya di Belitung masih minim sekali kesadaran dan kepedulian terhadap kesehatan. Jangankan untuk orang lain, untuk diri sendiri - pun belum ditumbuhkan kesadaran dan kepedulian betapa pentingnnya arti nilai kesehatan bagi tubuh. Padahal kesehatan adalah kekayaan yang tak ternilai harganya dan nikmat yang tiada tara. Hal ini juga sejalan dengan pernyataan Endang R. Sedyaningsih, yang mengatakan bahwa kesadaran masyarakat akan hidup sehat masih kurang. Ia menjelaskan hal ini terlihat berdasarkan riset kesehatan dasar (riskesdas) tahun 2007, rumah tangga yang tidak menggunakan fasilitas buang air besar sebesar 24,8 persen, tidak memiliki saluran pembuangan air limbah sebesar 32,5 persen (republika.co.id, 05/12/2009).
Tingkat kesadaran dan kepedulian ini dapat kita lihat ketika masalah sakit menimpa masyarakat. Contoh saja, bila masyarakat kita diserang panas tinggi terkadang lebih mudah percaya dengan cerita atau omongan tetangga atau masayakat sekitar, atau sebut saja sesepuh masayarakat tersebut untuk mendatangi orang pintar yang secara ranah kesehatan bukan medis (non medis), walaupun sebagai ada yang membidangi medis tradisional. Artinya, masyarakat kita lebih percaya non medis ketimbang untuk menanyakan dan mengkonsultasikan serta memeriksakan penyakit tersebut ke paramedis. Terkadang yang lebih memprihatinkan lagi ketika masyarakat yang mengalami hal di atas adalah masyarakat yang tinggal di lingkungan kota, yang notabanenya dekat dengan pusat medis.
Selain itu, hal ini dapat dilihat juga dari tingginya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap  hal-hal yang berbau mistis, dan bahkan terkadang membutakan pemahaman masyarakat terhadap penanganan masalah kesehatan. Seperti halnya banyak orang yang masih beranggapan kalau orang yang terkena gangguan jiwa itu karena mistis, padahal bukan. Itu adalah salahsatu  penyakit medis berdasarkan pernyataan dr. Agung Frijanto, SpKJ pada Training For Trainer (TFT) yang di laksanakan Layanan Kesehatan Cuma-Cuma (LKC) Dompet Dhuafa, 4-5 September 2013.
Anggapan umum masyarakat terhadap orang gila itu, karena minimnya pengetahuan masyarakat tentang penyakit gangguan jiwa. Sehingga mereka pun memberlakukan penderita gangguan jiwa dengan cara yang tidak bersahabat, meski penderita adalah anggota keluarga sendiri (lkc.or.id/2013/09/05).
Masyarakat kita saat memutuskan dalam penanganan masalah kesehatan sering salah persepsi, sehingga hal-hal yang memang sudah jelas secara medis, karena kemiripan gejala dengan gejala terkena gangguan mistis, sehingga dianggap masalah yang penanganannya harus dilakukan dengan non medis.
Semoga momentum memperingati Hari Kesehatan Nasional (HKN) Tahun 2014 yang genap setengah abad perjalanannya (50 tahun) dapat memberikan dampak perubahan besar bagi bangsa, khususnya di bidang teknologi kesehatan, sumberdaya kesehatan, dan juga resources kesehatan yang lain yang terus dikembangkan.
Artinya secara pembangunan, hal ini sebenarnya tidak ada lagi hal atau masalah yang membuat masyarakat menjadi tabu, yang membuat orang buta pengetahuan atau jauh dari pusat informasi. Karena pembanguna kesehatan tersebut telah diinformasikan melalaui media, baik itu masa atau elektronik. Hanya saja yang dibutuhkan adalah tindak lanjut pensosialisasian oleh instansi terkait agar sampai pesan tersebut ke semua lini.(*)

Terbit di harian pagi Bangka Pos & Pos Belitung
Rabu (12/11/2014)