Tenggelamnya Sekoci Yin Galama
Langit merah mulai memenuhi ufuk
Barat, kicau burung-pun mulai tak terdengar lagi. Gemuruh ombak kian teratur.
Angin bertiup sepoi-sepoi. Seisi alam mulai mengakhiri aktivitasnya.
Dari kejauhan terlihat bayangan
samara-samar sebuah sekoci akan memasuki kuala.
Perlahan tetapi pasti ia kian mendekat. Seketika itu pula meriam pertanda
datangnya kapal memasuki kuala
dibunyikan. Tummmm… dentuman meriam telah dibunyikan. Sekoci-pun mulai
menelusuri aliran sungai, berjalan perlahan karena sungainya tidak begitu luas.
Suasana kian mengelitik telinga,
serangga-serangga sungai berbunyi saling bergantian, sahut-menyahut. Bagaikan berada
dalam sebuah keramaian, yang memecahkan kesunyian. Sang nahkoda terus
memusatkan pandangan ke depan. Tak menghiraukan keramaian serangga-serangga
sungai tengah bergembira, karena seharian menahan diri.
Tiba-tiba dari bilik tirai pondokan
sekoci terdengar suara merdu memecah kebisingan suara serangga-serangga sungai
yang sedari tadi terus berbunyi. Dialah Yin Galama, putri Kho Ho. Yin Galama
ini bukan Yin Galema dalam novel karya Ian Sancin. Dia hanyalah putri seorang
pedagang Tiongkok yang membawa barang-barang seperti; keramik, mangkok Cina dan
lain sebagainya. Barang-barang tersebut ia datangkan lansung dari negerinya.
Pelayaran sekoci Kho Ho melintasi Laut Natuna diperairan Muntok hingga masuk ke
wilayah laut Metibak Peradong.
Suara merdu dari putri Kho Ho kian
memukau. Sang nahkoda jadi semangat memainkan baling-baling setir sekoci, meski
gelap malam kian mencekam. Sejenak suara merdu itu terhenti, dan terdengar sebuah
sebuah pertanyaan dari Yin (panggilan Yin Galama).
“Pa, kita di mana sekarang?”
Kho Ho pun menjawab pertanyaan putrinya.
“Kita sekarang ada di aliran Sungai Peradong.”
Kemudian Yin kembali bertanya pada Papanya.
“Sungai Peradong ini masuk wilayah kawasan mana Pa?”
“Sungai ini masuk wilayah kawasan bagian Muntok.”
Setelah mengerti, Yin pun terdiam.
Batinnya bertanya-tanya mengapa Papnya membawa barang-barang tersebut ke
Peradong.
Malam semakin gelap,
serangga-serangga sungai satu persatu mulai menghentikan suaranya. Yin pun masuk
ke dalam bilik pondokan sekoci. Dalam bilik ia merenung, ada apa gerangan di
kampong Peradong, sampai-sampai Papanya membawa barang-barang demikian ke sana.
Di tengah redupnya suara bising
serangga-serangga sungai, nahkoda menyuarakan pada seisi sekoci bahwa sebentar
lagi akan tiba di pelabuhan pekal Peradong.
Pelabuhan ini tidak sama halnya dengan pelabuhan-pelabuhan lainnya, karena
pelabuhan pekal Peradong hanyalah pelabuhan
yang kecil, yang lebih cocok dinamai dengan tambatan perahu. Namun, demikianlah
adanya pelabuhan pekal Peradong.
Sedikit bahagia dihati Yin, walaupun
perasaan dihantui dengan rasa penasaran terhadap kampong yang dituju.
Tiba-tiba, nahkoda berteriak kaget,
seisi sekoci menjadi terkejut, ada apa gerangan nahkoda berteriak…?? Ternyata
seekor buaya besar lewat di depan muka sekoci. Kini, keterkejutan itu telah
sirna. Tapi, tiba-tiba… gradakkkk…. seperti ada sesuatu yang menabrak, sekoci
jadi bergoyang ke kriri dan ke kanan. Nahkoda jadi panik, ia merasakan ada
sesuatu yang berbeda pada sekoci yang dinahkodainya. Ternyata, buntut belakang
sekoci mengalami kebocoran. Seisi sekoci jadi berhamburan, rasa ketakutan
menghantui hati mereka.
Air telah masuk ke dalam sekoci
setengah mata kaki orang dewasa, sekoci tetap berjalan hingga tiba di tikungan
sungai. Sesampai di tikungan sungai, air telah setengah badan sekoci. Seisi
sekoci meloncat ke luar.
Perlahan tapi pasti, sekoci mulai
tenggelam. Harapan Kho Ho pun ikut tenggelam, karena barang-barangnya ikut
tenggelam bersama sekoci. Mereka pun berenang menuju tepian sungai, termasuk
Yin. Sesampai di tepi sungai, mereka memanjat pohon-pohon yang ada. Dengan
tubuh kedinginan mereka mendekap di pohon-pohon menanti malam berganti siang
dengan harapan yang pupus.
Kampong Peradong yang dituju belum
kesampaian, siang yang dinanti pun masih lama. Sunguh malang nasib Yin Galama,
karena sekoci Kho Ho tengelam seiring dengan larutnya malam
Sekoci : kapal kecil
Kuala : muara (pertemuan
antara air laut dengan air sungai)
Pekal : pangkal
Riding Panjang, 01 Februari 2010
Pukul 20:09 WIB
By: Nayrus El Rayyan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih...